PEMBAYARAN ZAKAT FITRAH DITENGAH PANDEMI COVID 19
Oleh : GURHANAWAN. SH.M.Si
Suasana
Ramadhan tahun ini berbeda dengan Ramadhan sebelumnya, dimana pada Ramadhan
tahun 1441 H (2020 M) kita tengah dicoba dengan wabah penyakit yang menakutkan
yang dikenal dengan Virus Corona (Covid 19). Dari wabah tersebut,
berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk memutus mata
rantai penyebaran Virus Corona seperti Physical Distancing (menjaga jarak),
karantina daerah, dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Inti dari
kebijakan ini, pemerintah menghimbau kepada masyarakat untuk menjaga jarak,
menjauhi kerumunan masa, dan selalu dirumah saja.
Konsekuensi
dari kebijakan ini, masyarakat tidak bisa melakukan kegiatan seperti biasa
sehingga terjadilah kemerosotan dalam masalah ekonomi, para pedagang tidak bisa
lagi berjualan karena sebagian pasar ada yang ditutup, driver ojek online sulit
untuk mendapatkan orderan, pekerja harian tidak mendapatkan pekerjaan, bahkan
ada sebagian perusahaan yang memberikan keputusan PHK kepada karyawannya. Imbas
dari virus corona ini, tidak saja dirasakan oleh penduduk golongan ekonomi
bawah tetapi juga bagi penduduk golongan ekonomi menengah keatas.
Menanggapi
kondisi yang seperti ini, sebagai umat Islam kita harus saling mendorong,
saling menguatkan dan saling membantu terhadap saudara – saudara kita yang
sedang mengalami kesulitan dalam ekonomi. Sikap dan perilaku saling membantu
bisa kita lakukan dengan memberikan sebagian harta kita kepada sesama, baik
dalam bentuk sumbangan, sedekah atau berupa zakat. Khusus dibulan Ramadhan,
kewajiban zakat ini mengumumi kepada setiap umat Islam, baik laki2 maupun
perempuan, kecil maupun besar, yaitunya zakat fitrah yang merupakan rangkaian
ibadah dibulan ramadhan. Dimana umat Islam dituntut untuk mengeluarkan zakat
fitrah sebagai penutup amalan puasa.
Pelaksanaan zakat fitrah itu dikeluarkan sebelum melakukan shalat idul
fitri, sesuai dengan hadits nabi yang berbunyi:
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر صاعا من تمر او صاعا من شعير على العبد والحر والذكر والأنثى والصغير والكبير من المسلمين وأمر بها ان تؤدى قبل خروج الناس الى الصلاة
Artinya : Dari ibnu umar, ra. Dia berkata: “Rasulullah
SAW. telah mewajibkan mengeluarkan zakat fitrah satu sha‟ kurma atau satu
sha‟gandum atas hamba sahaya ataupun orang merdeka, laki-laki maupun perempuan,
anak-anak atau dewasa, dari orang-orang (yang mengaku) Islam. Dan beliau
menyuruh menyerahkan sebelum orang keluar dari shalat Hari Raya Fitri.”
(muttafaqun alaihi) (Bulughul Muram :hal 296)
Dari
hadist nabi diatas dijelaskan bahwa zakat fitrah yang wajib dikeluarkan berupa
kurma atau gandum sebanyak 1 shak. Hadist ini dipahami oleh ulama, bahwa zakat
fitrah tidak terbatas kepada kurma atau gandum, tetapi menyesuaikan dengan
makanan pokok suatu daerah. Untuk negara Indonesia, maka kita mengeluarkan
zakat fitrah berupa beras. Hal ini didukung oleh oleh atsar sahabat yang
berbunyi:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ – رضى الله عنه – قَالَ كُنَّا نُخْرِجُ فِى
عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ
طَعَامٍ . وَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ وَكَانَ طَعَامَنَا الشَّعِيرُ وَالزَّبِيبُ
وَالأَقِطُ وَالتَّمْرُ
Artinya : Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Dahulu kami mengeluarkan zakat fithri di masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pada hari Idul Fithri dengan satu sho’ makanan.” Abu
Sa’id berkata, “Dahulu yang menjadi makanan kami adalah gandum, anggur, keju
dan kurma.” (HR. Bukhari no. 1510).
Adapun
kewajiban mengeluarkan zakat fitrah adalah setelah matahari terbenam akhir
bulan Ramadhan sampai sebelum sholat idul fitri. Walaupun demikian, bukan
berarti sebelum itu kita tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah, tetapi zakat
fitrah boleh dikeluarkan 1 hari atau 2 hari sebelum hari raya idul fitri, sebagaimana
dialakukan oleh Ibnu Umar:
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ – رضى الله عنهما – يُعْطِيهَا الَّذِينَ
يَقْبَلُونَهَا ، وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
“Dan
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang
berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari
sebelum hari Raya ‘Idul Fithri.” (HR. Bukhari no. 1511).
Ada juga
sebagian ulama yang membolehkan zakat fithri ditunaikan tiga hari sebelum ‘Idul
Fithri. Riwayat yang menunjukkan dibolehkan hal ini adalah dari Nafi’, ia
berkata,
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ
إِلَى الَّذِي تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ
“‘Abdullah
bin ‘Umar memberikan zakat fitrah atas apa yang menjadi tanggungannya dua atau
tiga hari sebelum hari raya Idul Fithri.” (HR. Malik dalam Muwatho’nya no.
629, 1: 285).
Sesuai
dengan situasi saat ini, dimana banyak saudara – saudara kita yang terdampak
covid 19 secara ekonomi, maka waktunya kita saling membantu dengan mengeluarkan
zakat fitrah.
Bantuan
sosial yang diberikan pemerintah tidak sepenuhnya menjangkau keluarga2 yang
membutuhkan, masih banyak kita mendengar data yang tidak terupdate, bansos
salah sasaran dan sebagainya. Dibulan yang mulia ini, dimana pahala dilipat
gandakan oleh Allah, mari kita menoleh dan memperhatikan kondisi tetangga,
famili dan kerabat yang ada disekitar RW, keluarah atau kampung, mungkin mereka
menunggu uluran tangan kita, mari kita ringankan beban mereka dengan memberikan
sumbangan atau sedekah berupa sembako, uang dan sebagainya, diwaktu kita bukan
orang yang berlebih dalam masalah harta tetapi masih mampu untuk memenuhi
kewajiban, maka zakat fitrah jalan satu – satunya untuk membantu mereka yang
sedang berjuang untuk menjalani kehidupan diwaktu pandemi covid 19 ini.
Mengenai
pemberian zakat fitrah pada waktu pandemi covid 19 ini, berhubung banyaknya
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh keluarga – keluarga yang terdampak secara
ekonomi, tidak saja untuk makan sehari – hari, tetapi mereka harus melunasi
listrik, air bahkan membayar kontrakan, tentu pemberian dalam bentuk uang jauh
lebih efektif dibandingkan dengan beras sebagaimana yang dilakukan pada tahun –
tahu sebelumnya.
Masyarakat
Indonesia yang pada umumnya menganut mazhab Imam Syafii, dimana Imam Syafii
berpendapat bahwa membayarkan zakat fitrah itu harus dengan makanan pokok,
tidak boleh diganti dalam bentuk uang. Bahkan tidak saja imam Syafi, Imam
Maliki dan Imam Hambali pun berpendapat demikian, sehingga yang terjadi selama
ini para kaum muslimin menyediakan beras untuk dizakatkan atau pengurus masjid
yang ditugaskan untuk menerima zakat menyediakan beras, sehingga sebelum
penyerahan zakat fitrah terlebih dahulu terjadi transaksi jual beli beras,
apakah mekanismenya harus seperti itu, atau ada solusi lain yang bisa kita
lakukan sehingga proses penyerahan zakat
tidak terlalu panjang dan tujuan zakat itu untuk membantu dan
membahagiakan para kaum miskin bisa tercapai?
Diantara
imam mazhab yang membolehkan zakat dengan uang adalah Imam Abu Hanifah atau
dikenal dengan Imam Hanafi, yang mana beliau berpendapat bahwa dalam pembayaran
zakat fitrah bisa diganti dengan harga atau uang, sebagai mana yang terdapat
dalam kitab al-mabsuth :
Dengan
adanya pendapat dari Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) mengatakan boleh diganti
dengan harga ( uang) maka bagi orang yang bermazhab dengan mazhab Iamm Syafii
dalam membayarkan zakat maka harus mengikuti pendapat Imam Hanafi.
Sebagaimana
yang diungkapkan oleh Muhammad Az-Zuhaili dalam kitab al-Mu’tamad fil Fiqhisy
Syafi’i:
ولا مانع اليوم من الأخذ بقوله؛ لأنَّه أنفع في هذا العصر للفقراء، مع
تحقيق الغاية من زكاة الفطر في إغناء الفقير
“Hari
ini tidak ada larangan untuk mengambil pendapat beliau (imam Abu Hanifah).
Sebab, lebih bermanfaat bagi para fakir miskin sekarang dan lebih bisa
mewujudkan tujuan dari syariat zakat fitrah itu sendiri, yaitu memberi
kecukupan kepada fakir miskin.”
Dalam
kitab Fiqh Al Manhaji Ala Mazhabisy Syafi’i disebutkan:
لا بأس باتباع مذهب الإمام أبي حنيفة رحمه الله تعالى في هذه المسألة في
هذا العصر، وهو جواز دفع القيمة، ذلك لأنًّ القيمة أنفع للفقير اليوم من
القوت نفسه، وأقربُ إلى تحقيق الغاية المرجوة
Artinya,
“Tidak mengapa mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah rahimahullah ta’ala dalam
masalah ini di zaman sekarang. Boleh membayar zakar fitrah dengan qimah.
Sebab, ia lebih berguna dan bermanfaat bagi fakir miskin pada zaman ini
daripada hanya sekedar makanan pokok. Dan ini lebih bisa mewujudkan tujuan yang
diinginkan.”
Demikian
juga pendapat yang serupa juga difatwakan oleh Imam Ar-Ramli, beliau berkata, “Maka
diperbolehkan kepada orang yang disebut, mengikuti imam Abu Hanifah dalam
mengeluarkan zakat dengan qimah (nilai) sebagai ganti dari zakat
(bahan makanan pokok), dan tidak wajib baginya mengikuti Abu Hanifah pada
perkara slain itu.” (Fatawa Imam Ar Ramli 1/55)
Yang
perlu diperhatikan dalam pembayaran zakat ini, diwaktu kita membayar zakat
dengan uang, yang mana itu adalah buah pendapat dari Imam Abu Hanifah, maka
jumlah dan ukurannya juga harus sama dengan pendapat beliau, bukan mengalihkan
bentuk pembayaran zakat kepada uang sementara kita masih berpedoman kepada
ukuran Imam syafii.
Berikut
saya kemukakan ukuran zakat fitrah menurut masing – masing imam yang dikutip
dari kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu karangan Prof. Dr. Wahbah Zuhaili.
1.Imam
Syafii
Menurut
imam syafii ukuran 1 sha’ sebanding dengan 693 1/3 dirham (al-syarqawi, juz 1
hal 371). Ukuran 1 shak (693 1/3 dirham) jikan dikonversikan kepada satuan gram
sama dengan 2751 gram (2.75 kg)
2.Imam
Maliki
Menurut
Imam Malik Satu Sha' sama dengan empat mud, dan satu mud sama dengan 675 Gram
Jadi satu Sha 'sama dengan 2700 Gram (2,7 kg).
3.Imam Hambali
Menurut
Imam Hambali 1 sha’ seukuran dengan 2751 gram (2.75 kg). Ukuran sha’ menurut
imam sama dengan imam syafii.
4.Imam
Hanafi
1 Sha’
menurut Imam Hanafi (Abu Hanifah) adalah 8
rithl ukuran Irak. Satu Rithl Irak sama dengan 130 dirham atau sama dengan 3800
gram (3,8 kg). Ukuran 1 sha’ menurut imam Hanafi sedikit lebih tinggi
dibandingkan Imam yang lain, yang mana 1 sha’ sama dengan 3.8 kg. ). (Wahbah
Al-Zuhaili, Al-Fiq al Islami Wa Adilatuhu, Dar al-Fikr, Juz II )
Dari
ukuran zakat tersebut diatas, jelas bagi kita, diwaktu kita ingin membayarkan
zakat fitrah dengan uang, sesuai dengan apa yang difatwakan oleh Imam Abu
Hanifah (Imam Hanafi) maka ukurannya harus sesuai dengan Abu Hanifah yaitu 3,8
kg. Merujuk kepada harga beras sekarang, maka ukuran zakat fitrah dengan beras
adalah sbb:
No
|
Jenis
Kualitas Beras
|
Harga/kg
|
Jumlah
Pembayaran Zakat Fitrah
|
1
|
Beras
Kualitas Bawah II
|
Rp
9.850
|
Rp 37.
430
|
2
|
Beras
Kualitas Bawah I
|
Rp
10.050
|
Rp 38.
190
|
3
|
Beras
Kualitas Medium
|
Rp
11.100
|
Rp
42.180
|
Sebagai
penutup tulisan ini, setelah kita mengenal ketentuan zakat fitrah dari masing –
masing imam mujtahid, dimana Imam Syafii, Maliki dan Hambali tidak membolehkan
membayar zakat fitrah dengan uang, sementara Imam Hanafi (Abu Hanifah)
mengatakan boleh, tetapi ukuran zakat fitrah menurut beliau berbeda dengan 3
imam yang lain yaitu 3.8 kg, atau dengan kata lain antara Imam Syafii dengan Imam Hanafi terdapat perbedaan ukuran lebih kurang 1 kg, sehingga
Mengingat
zakat fitrah yang kita bayarkan berada
diranah ijtihad, maka untuk lebih tepat dan berhati – hati dalam amalan maka
pembayarannya harus sesuai dengan fatwa imam mujtahid. Akhirnya saya berdoa,
semoga serangkaian ibadah yang kita lakukan selama bulan ramadhan ini mulai
dari puasa, sholat tarweh dan witir, tadarus alquran dan diakhiri dengan
pembayaran zakat fitrah diterima oleh Allah dan bisa menjadikan kita hamba –
hamba Allah yang muttaqiiin..
Komentar
Posting Komentar